VIRAL24.CO.ID – MEDAN – Keberagaman etnis dan budaya di Kota Medan merupakan sebuah kekayaan yang patut dibanggakan, sekaligus menjadikan ibukota Provinsi Sumatera Utara ini menjadi kota multikultural dan disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Atas dasar ini, Wali Kota Medan Bobby Nasution ingin menjadikan keberagaman etnis dan budaya menjadi jati diri dan kekuatan Kota Medan. Guna merepresentasikan keinginan tersebut, orang nomor satu di Pemko Medan itu mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di lingkungan Pemko Medan menggunakan pakaian adat setiap hari Jum’at saat bekerja.
Penggunaan pakaian adat setiap Jumat dikuatkan dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Medan No.025/02.K/VIII/2021 tanggal 3 Agustus 2021 tentang Pakaian Dinas dan Atribut Pakaian Dinas Khas Daerah di Lingkungan Pemko Medan. Dalam SK tersebut disebutkan, pakaian dinas harian khas daerah terdiri dari 8 etnis yang ada di Kota Medan yakni pakaian harian khas daerah Melayu dimana laki-laki mengenakan teluk belanga dan tengkuluk, sementara perempuan mengenakan baju kurung.
Kemudian, Suku Karo (laki-laki: tanda-tanda dan bulang-bulang, perempuan: uis gara), Tapanuli Selatan (laki-laki: ulos dan ampu, perempuan: baju kurung), Batak Toba (laki-laki: ulos selempang dan bulung-bulung detat, perempuan: kebaya dengan selempang ulos), Simalungun (laki-laki:ulos dan gatong, perempuan: baju kebaya/bulong), Dairi/Pak-Pak (laki-laki: merapi-api, perempuan: merapi-api), Nias (laki-laki: baru oholu, perempuan : oraba si oli).
Selain 8 etnis yang ada di Kota Medan tersebut, pakaian dinas harian khas daerah juga ditambah dengan 3 etnis pendatang lainnya yakni Jawa (laki-laki: baju jawi jangkep, perempuan: kebaya), Padang/Minangkabau (laki-laki: penghulu, perempuan: bundo kanduang) serta Aceh (laki-laki: linto daro, perempuan: daro baro). Dengan demikian ada 11 pakaian adat yang ditetapkan Bobby Nasution untuk dikenakan seluruh ASN dan P3K di lingkungan Pemko Medan.
Tidak hanya menginstruksikan, Bobby Nasution langsung mengenakan pakaian pakaian adat di Jumat pertama pemberlakuannya. Menantu Presiden Joko Widodo itu memilih mengenakan pakaian adat Melayu yang merupakan suku asli Kota Medan lengkap dengan tengkuluknya (penutup kepala). “Semua etnis dan keberagaman kebudayaan yang ada merupakan jati diri dan kekuatan bagi Kota Medan,” kata Bobby Nasution baru-baru ini.
Dalam pemakaian pakaian adat tersebut, Bobby Nasution berharap agar ASN dan P3K mengenakan pakaian adat yang sesuai dengan etnisnya. Sedangkan bagi pejabat eselon dua, Bobby minta agar tidak mengenakan pakaian adat etnisnya saja, tetapi harus ganti-ganti dengan pakaian adat etnis lainnya sesuai yang telah ditetapkan. Bobby Nasution ingin mempertegas keberagaman sebagai kekuatan bukan pemecah-belah.
Kebijakan Bobby Nasution menetapkan 11 pakaian adat menjadi pakaian yang wajib dikenakan ASN dan P3K di lingkungan Pemko Medan setiap Jumat ditanggapi sangat positif Ketua Harian Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid, Tengku Ma’moon Al Rasjid. Ia menilai SK Wali Kota Medan No.025/02.K/VIII/2021 tanggal 3 Agustus 2021 tentang Pakaian Dinas dan Atribut Pakaian Dinas Khas Daerah di Lingkungan Pemko Medan tentunya dibuat sudah melewati kajian, baik sosiologis maupun akademis. “Kami yakin apa yang dilakukan itu yang terbaik. Mengingat Medan merupakan kota majemuk dan multietnis,” kata Tengku Ma’moon Al Rasjid saat dihubungi, Selasa (14/9).
Disinggung soal adanya protes kelompok Melayu atas kebijakan Bobby Nasution tersebut, Tengku Ma’moon Al Rasjid langsung menyikapinya dengan bijak. Dinilainya, protes yang disampaikan kelompok itu tidaklah mewakili mayoritas suku Melayu, terutama di Kesultanan Deli. Sebab, ketika kebijakan yang disampaikan Wali Kota terkait pemakaian pakaian adat, tidak ada gejolak dari masyarakat Melayu.
“Rasanya kurang tepat jika kita meminta baju adat Melayu menjadi satu-satunya pakaian adat yang digunakan pegawai di lingkungan Pemko Medan. Sebab, justru hal itu malah akan menyinggung saudara-saudara kita suku lainnya. Jangan sampai, penolakan ini terlihat sebagai bentuk arogansi,” ungkap Ma’moon Al Rasyid.
Lebih lanjut, Ma’moon Al Rasjid mengaku, SK Wali Kota tentang pemakaian pakaian adat tersebut tidak lantas menjadikan Melayu hilang di bumi, terutama di Kota Medan. Sebab, perjalanan Kota Medan tidak akan bisa lepas dari Suku Melayu.
“Penolakan ini saya rasa juga kurang menjunjung semangat persatuan dan kesatuan serta keberagaman yang bisa hidup berdampingan di Kota Medan, sebab sedari dulu sudah terbentuk. Terlebih ketika Kesultanan Deli pada masa lalu juga memberikan kesempatan dan mengajak bersama-sama semua suku untuk membangun Kota Medan,” jelasnya.
Selain itu, tambah Ma’moon Al Rasjid, Bobby Nasution sebagai orang nomor satu di Kota Medan secara tersirat juga menunjukkan rasa hormat dan bangganya terhadap Suku Melayu. Terbukti, hal ini ditunjukkan dengan penggunaan baju adat Melayu di hari pertama pemberlakuan kebijakan pemakaian baju adat tersebut dilakukan.
“Ini menjadi bukti dan membuktikan bahwa Wali Kota memahami dan berusaha menjaga perasaan Suku Melayu. Dimana, Suku Melayu sebagai suku yang memiliki akar sejarah panjang dalam pendirian dan perkembangan Kota Medan,” tegasnya. (VIN)